SEJARAH NUSA TENGGARA BARAT (6)

                                                                                   
PERIODE KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA

            Penataan administrasi wilayah Indonesia mulai dilakukan setelah proklamasi kemerdekaan RI, dengan membentuk delapan provinsi yaitu Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara, Kalimantan, sulawesi, Kepulauan Maluku dan Kepulauan Sunda Kecil. Pada setiap provinsi diangkatlah seorang Gubernur untuk memimpin masing-masing wilayah Provinsi. Untuk provinsi Kepulauan Sunda Kecil diangkatlah Mr. I Goesti Ketut Poedja sebagai Gubernur pertama. Walaupun pengangkatan seorang Gubernur di Provinsi Sunda Kecil telah dilakukan dan Sultan Sumbawa menyatakan tetap bersimpati kepada Republik Indonesia, serta di Bima para pendukung kemerdekaan berkumpul dan menyatakan bersumpah setia kepada cita-cita kebangsaan, namun Belanda tidak mau menerima kenyataan dan tetap menyatakan bahwa wilayah tersebut masih dalam kekuasaannya.

            Keinginan Belanda untuk mempertahankan kekuasaannya di bagian timur hindia Belanda menyebabkan munculnya konflik di mana-mana. Karena konflik yang berkepanjangan akhirnya diputuskan untuk menyelenggarakan  Konferensi Malino tanggal 15 - 25 Juli 1946 yang dihadiri Wakil Nasionalis dari Sumbawa, Muhammad Kaharoeddin (Sultan Sumbawa), Muhammad Salahoeddin (Sultan Bima), Oemboe Toenggoe Bili (Zelfbestuurder dari Memboro/Sumba), J. Th. Ximenes de Silva (Zelfbestuurder dari Sikka/Flores), Bapa Kajah dari Endeh, H.A. Koroh (zelfbestuurder dari Amarasi/Timor) dan Doko dari Timor. Dalam Konferensi Malino tersebut diputuskan pemimpin tradisional (raja) dan pemerintah Belanda berusaha menyatukan Residentie Timor dan daerah sekitarnya dengan Bali, Lombok, dan Pulau Selatan Daya. Disamping itu, pemerintah Belanda menyatakan bahwa Kepulauan Sunda Kecil akan digabungkan dengan Timur Besar untuk membentuk satu atau lebih federasi yang dapat dipimpin Kepulauan Sunda Kecil.

            Oleh karena belum ditemukannya kesepakatan dalam Konferensi Malino, selanjutnya dilaksanakan Konferensi Denpasar tanggal 18 - 24 Desember 1946. Konferensi ini dituntut untuk mengesahkan Undang-Undang yang menyetujui Perjanjian Linggarjati yang telah dilaksanakan pada tanggal 15 November 1946, yang di dalamnya diletakkan pembentukan Negara Timur Besar. Para wakil dari Timor, Flores, Sumba, dan Sumbawa menuntut penggabungan ke dalam satu daerah administrasi. Mereka sepakat dengan sultan yang lain (dari Bima dan Dompu) untuk menggabungkan diri dalam satu wilayah otonom dan dalam Negara Timur Besar yang memiliki hubungan federal dengan Negara Indonesia Serikat (NIS). Dalam Konferensi Denpasar dijelaskan bahwa daerah ini untuk sementara diorganisir sebagai Negara Indonesia Timur (NIT), yang semua bernama Negara Timur Besar yang didirikan pada 24 Desember 1946.

            Berdasarkan hasil dari Konferensi Denpasar tersebut dan dikuatkan dengan Staatsblad No.143 Tahun 1946, dinyatakan ada 13 daerah yang termasuk dalam Negara Indonesia Timur, yakni Sulawesi Selatan, Minahasa, Sulawesi utara, Sulawesi Tengah, Kepulauan Sangihe Talaud, Maluku Utara, Maluku Selatan, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, dan Timor, beserta pulau-pulau sekitarnya. Untuk daerah Sumbawa meliputi tiga landschappen yaitu, Bima, Dompu, dan Sumbawa. Sedangkan Lombok merupakan neolandschappen berdasarkan Staatsblad no.15 tahun 1947.

            Dengan terbentuknya Negara Indonesia Timur, wilayah Sunda Kecil termasuk di dalamnya Nusa Tenggara Barat menjadi salah satu negara bagian Negara Indonesia Timur. Keadaan ini berlangsung sampai dilaksanakannya Konferensi Meja Bundar yang menghasilkan Piagam Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia Serikat oleh kerajaan Belanda pada 27 Desember 1949. Namun dalam perkembangannya, para elite Timor dan sekitarnya pada awal tahun 1950 mengusulkan dan mendesak kepada Republik Indonesia (RI) untuk menyatukan Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Negara Indonesia Timur (NIT) dengan RI. Pernyataan tersebut didukung oleh Dewan Raja-Raja dan Dewan - Dewan rakyat lainnya, partai-partai politik dan organisasi pergerakan di Sumbawa. Pada tanggal 9 Mei 1950 terbit pernyataan keluar dari Negara Indonesia Timur (NIT) dan menggabungkan diri dengan Pemerintahan RI. Demikian juga dengan Lombok yang menyatakan meleburkan diri dalam wilayah RI yang pada saat itu berpusat di Yogyakarta.

            Sesudah beberapa kali melaksanakan pembicaraan antar negara bagian dalam Pemerintah RIS, akhirnya dicapai kesepakatan tanggal 19 Mei 1950 untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Status Provinsi Kepulauan Sunda Kecil diaktifkan kembali.

            Pada tahun 1954 terbit Undang-Undang Darurat No. 9 Tahun 1954, yang merubah wilayah Provinsi Sunda Kecil menjadi Nusa Tenggara yang dibagi ke dalam tiga daerah Swatantra Tingkat I, yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat (Sumbawa dan Lombok) dan Nusa Tenggara Timur (Timor, Flores dan Sumba).

            Tahun 1957 terjadi lagi perubahan seiring dengan terbitnya Undang-Undang No.1 Tahun 1957, yang membagi wilayah Nusa Tenggara menjadi tiga provinsi, yaitu Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Undang-Undang inilah yang menjadi dasar pembentukan Provinsi Nusa Tenggara Barat sekarang.

            Kemudian sesuai dengan Ketentuan Undang-Undang No.18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, daerah Swatantra Tingkat I Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Sementara itu, Daerah Swatantra Tingkat II dirubah menjadi kabupaten yang masing-masing dilengkapi dengan parlemen (DPR-GR) dan kepala daerah.

Sumber Tulisan :

Tim Arsip Nasional Republik Indonesia.(2006). Citra Nusa Tenggara Barat Dalam Arsip. Kerjasama Badan Arsip Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan Arsip Nasional Republik Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar