Dari
semua keistimewaan yang dimiliki oleh perempuan, mengandung dan melahirkan
merupakan keistimewaan yang paling tinggi nilainya. Suka cita menjalani
masa-masa mengandung adalah kenimatan tersendiri bagi masing-masing calon ibu.
Bukan hanya calon ibu yang bersuka cita, keluarga besar pun ikut merasakan
semaraknya suasana rumah ketika kehamilan salah satu anggota keluarga
dikabarkan. Utamanya kabar kehamilan anak pertama.
Kehamilan
pertama biasanya mendapatkan perlakuan lebih ketimbang kehamilan kedua dan
seterusnya, baik dari ibu si calon bayi maupun keluarga. Salah satu bentuk
perlakuan khusus tersebut adalah melakukan tradisi Biso Tian. Biso Tian merupakan tradisi tujuh bulanan seperti juga
di berbagai daerah di Indonesia dengan beragam cara dan kebiasaan. Biso Tian bertujuan sebagai ungkapan
kebahagiaan menanti bayi pertama dari seorang ibu. Selain itu, meramaikan acara
tujuh bulanan khas Sumbawa ini juga untuk memberikan kekuatan dan semangat
kepada si calon ibu yang baru pertama kali akan mengalami proses luar biasa
dalam hidupnya, yaitu melahirkan,
Selain
itu, Biso Tian juga dilakukan
sekaligus sebagai acara syukuran atas kehamilan tersebut dan ungkapan suka cita
bagi seluruh keluarga besar dari calon bayi pertama dari seorang ibu tersebut.
Tentu saja, melihat perhatian dan tanggapan yang besar dari seluruh keluarga
besar tersebut, membuat sang ibu yang tengah memepersiapkan diri melahirkan
untuk pertama kalinya akan terbantu secara psikis, bahwa anak bahwa anak yang
akan dilahirkannya dinanti dengan suka cita oleh keluarganya. Dalam tradisi Biso Tian, berbagi rezeki pun
menyertainya.
Tradisi
Biso Tian di Sumbawa maupun Sumbawa
Barat dilakukan saat usia kandungan memasuki bulan ketujuh. Biso Tian dilakukan pada tiap kehamilan
namun yang diutamakan adalah kehamilan pertama. Dalam tradisi ini, terkadang
tidak harus pada kehamilan bulan ketujuh, melainkan juga biasanya dilakukan
pada bulan kedelapan atau kesembilan, tergantung kesiapan terutama kesiapan
finansial sebuah keluarga. Dipilihnya bulan ketujuh untuk melaksanakan tradisi
ini, lebih karena bayi dalam kandungan calon ibu telah utuh menjadi seorang
manusia yang tengah berkembang semakin matang dan siap untuk dilahirkan pada
saatnya tiba.
Dalam
prosesi Biso Tian, terdapat banyak
sekali simbol dan makna kehidupan pada setiap tahapan prosesnya. kain
berwarna-warni tujuh lapis dipakai sebagai alas tidur oleh ibu hamil selama
prosesi berlangsung. Tujuh lapis kain ini melambangkan bahwa kehidupan manusia
itu betapa tinggi nilainya serupa tujuh lapis bumi dan langit yang kerap
diumpamakan terhadap alam semesta ini. Sebuah pegu (wadah khas suku Samawa terbuat dari kuningan) berisi beras
berwarna-warni; hitam, hijau, merah muda dan putih. Yang berwarna putih adalah
khusus dibuat dari padi yang disangrai sampai mekar. Beras warna-warni sebagai
pelengkap prosesi ini merupakan lambang kemakmuran yang diharapkan dari sang
bayi yang akan lahir. Sebuah lilin yang diletakkan di atas sebutir kelapa,
sebagai lambang harapan bahwa kelak si bayi akan menjalani kehidupan di jalan
yang benar dan lurus yang disimbolkan dengan lilin yang menyala.
Di sisi
lain tempat prosesi berlangsung, terdapat sebuah wadah batu ukuran besar yang
disebut Teleku 'Batu berisi air yang
di dalamnya terdapat macam-macam kembang. Air kembang dari wadah batu ini
nantinya akan dipakai untuk memandikan calon ibu. Mandi kembang bagi calon ibu,
semacam sakralisasi diri untuk menghadapi saat-saat menakjubkan dalam hidupnya
ketika melahirkan nanti. Yang tidak kalah pentingnya adalah setumpuk uang receh
atau logam yang sengaja disiapkan . Jumlah dan pecahannya, tidak terbatas,
tergantung kemampuan yang berhajat. Uang logam inilah yang paling
ditunggu-tunggu oleh semua ibu-ibu yang hadir dalam acara tersebut.
Dalam
setiap acara Biso Tian di Sumbawa
Barat, selalu disertai dengan makan rujak bersama bagi seluruh undangan yang
hadir. Ada kebersamaan secara tidak langsung yang dibangun dalam membuat dan
makan rujak bersama ini. Jadi, bukan hanya calon ibu yang biasanya saat ngidam
saja yang suka makan rujak, tapi seluruh undangan seolah-olah ikut merasakan
seperti apa yang dirasakan oleh calon ibu tersebut. Tujuannya tidak lain untuk
memberikan sumbangan semangat bagi si calon ibu, bahwa ibu-ibu disekitarnya pun
ikut merasakan apa yang dirasakan calon ibu tersebut. Semacam memberi kekuatan
secara psikis bagi calon ibu sehingga calon ibu tersebut senantiasa bahagia
menantu masa-masa persalinannya.
Dalam
tiap acara adat Biso Tian, seorang
yang disebut dengan Sandro Tamang
(dukun beranak), memegang peranan yang sangat penting dalam prosesi ini. Sandro Tamang adalah seorang yang diberi
kepercayaan oleh masyarakat adat Samawa menjadi "sutradara" acara ini
karena memiliki keahlian secara turun temurun. Tidak banyak yang berprofesi
sebagai Sandro Tamang, hanya merek
ayang memiliki keahlian secara turun menurun yang diakui secara adat.
Diawali
dengan memandikan calon ibu dengan air kembang, Biso Tian pun dimulai. Doa-doa untuk kemudahan dan kebaikan bagi
calon ibu mengalir dari bibir Sandro
Tamang sepanjang mandi kembang berlangsung. Guyuran lembut yang dipenuhi
bunga-bunga tentu saja memberikan kenyamanan bagi calon ibu dan bayi yang
dikandungnya. Setelah itu, sang calon ibu mempercantik penampilannya dengan
memakai pakaian adat Sumbawa khusus untuk ibu hamil, menuju prosesi inti Biso Tian.
Di atas
alas yang disiapkan khusus, calon ibu tidur dengan nyaman. Alas khusus ini
terdiri dari selembar tikar yang dibuat secara khusus juga, orang Sumbawa
menyebutnya Samparumpu. Tikar ini adalah tikar khas masyarakat adat Samawa yang
diyakini mampu menangkal hal-hal negatif yang mengarah pada calon ibu dan
bayinya. Un tuk melindunginya secara supranatural dari kemungkinan-kemungkinan
niat jahat dari alam lain. Tidak itu saja. Di atas Samparumpu tersebut diletakkan
pula tujuh lapis kain berwarna-warni sebagai alas lapisan kedua. Dan pada
lapisan ketiga akan diletakkan kembali tujuh lapis kain lagi. Dan di atas kain
inilah, calon ibu ditidurkan.
Tujuh
orang perempuan akan mengambil peran saat acara inti Biso Tian ini. Selain Sandro
Tamang, terdapat enam orang lainnya yang akan ikut terlibat dalam prosesi
inti Biso Tian yang disebut Mengas Mentar (mengangkat perut calon
ibu menggunakan kain kemudian digoyangkan secara lembut). Enam orang lainnya
adalah perempuan yang ditokohkan atau yang diteladani di kampung tersebut.
Saat
lilin yang diletakkan di atas sebutir kelapa pada pegu berisi beras dinyalakan, Mengas
Mentar pun dimulai. Selembar kain pada lapisan teratas di bagian kiri dan
kanan perut calon ibu, akan dipegang oleh Sandro
Tamang. Dengan perlahan, Sandro
Tamang akan mengangkat sedikit kain tersebut sembari menggerak-gerakkannya
secara lembut. Perut calon ibu pun terangkat dan bergoyang-goyang lembut
sekali. Usai melakukan Mengas Mentar, Sandro
Tamang mengeluarkan kain lapisan teratas yang sudah dipakai tersebut
sehingga meninggalkan enam kain dari lapisan ketiga tadi. Hal yang sama
kemudian diikuti oleh keenam perempuan pilihan tersebut. Dan setiap lapis kain
yang telah dipakai Mengas Mentar itu,
dikeluarkan tumpukan lapisan tempat tidur calon ibu. Ada kenyamanan yang akan
dirasakan calon ibu selama Mengas Mentar
ini berlangsung sehingga calon ibu tampak tenang. Harapannya senyaman dan
setenang inilah nanti calon ibu saat menjalani proses persalinan. Simbol
harapan untuk kemudahan proses melahirkan juga ada pada telur diolesi dengan
minyak yang diusapkan dari ubun-ubun hingga ujung telapak kaki sang calon ibu.
Proses Mengas Mentar memberi gambaran secara
alami, seperti sebuah kotak yang berisi sesuatu yang penuh namun tidak sesak,
ketika isinya tersebut akan dikeluarkan, maka untuk memudahkan mengeluarkan isi
tersebut, biasanya akan digoyang-goyang dahulu agar benda yang berada dalam
kotak tidak lengket pada dinding-dinding kotak tersebut sehingga mudah
dikeluarkan. Tampaknya, masyarakat adat Samawa memaknai prosesi ini dengan
belajar dari alam meski secara media belum ditemukan kaitannya. Bagi masyarakat
tradisional, niat dan tujuan baik dari sebuah kegiatan adatlah yang menjadi
panutan mereka.
Mengas Mentar usai, calon ibu bangkit.
Dalam gendongan baju calon ibu, telah diletakkan tiga kain yang diletakkan saat
Mengas Mentar dan uang logam. Calon
ibu kemudian perlahan menuju pintu rumah di mana di halaman rumah telah
dipenuhi undangan. Saat inilah acara yang paling ditunggu oleh undangan yang
lebih banyak para ibu, berebut uang logam. Membuang kain dan uang logam ini
memiliki makna tersendiri. Membuang kain yang dipakai Mengas Mentar secara simbolik ini bermakna bahwa si ibu tengah
menghindari hal-hal buruk yang akan terjadi pada dirinya dan bayi yang
dikandungnya. Agar segala proses persalinan berjalan lancar seperti yang
diharapkan. Sedangkan menyebar uang logam adalah simbol berbagi rezeki.
Diikuti
oleh salah seorang keluarga yang memegang pegu
berisi beras warna-warni yang di dalamnya juga terdapat uang logam yang banyak,
di depan pintu rumah calon ibu mulai berbagi dengan melemparkan kain yang
dipakai saat Mengas Mentar tersebut
dan logam-logam dari gendongan bajunya. Uang logam tersebut disebar ke berbagai
tempat para undangan yang sedari tadi bersiap untuk saling rebut setiap receh
yang dilemparkan oleh calon ibu. Suasana pun seketika pecah, riuh oleh sorak
dan lengkingan gembira para ibu yang saling rebut uang receh tersebut. Para
undangan pun bersuka cita saling rebut uang logam dan dengan bangga mengangkat
logam tersebut jika mendapatkannya. Inilah acara paling seru dan ramai dalam
acara Biso Tian. Histeria dan
kegaduhan akan sangat tampak saat ini ketika para ibu ini adu cepat dan tepat
untuk mendapatkan uang logam.
Dalam
acara rebutan logam ini, miskin dan kaya tidak ada bedanya. Karena yang direbut
bukan nilai uangnya, tapi logam yang diterjemahkan sebagai berkah. Semakin
banyak yang bisa diperoleh dengan cara rebutan, maka dianggap semakin besar
berkah rezekinya. Logam dalam acara Biso
Tian yang disebar calon ibu ini, bukanlah sembarang logam. Ia memiliki
makna yang sangat berarti bagi mereka yang mendapatkannya. Uang logam ini
diyakini dapat membawa berkah karena tentu saja, saat calon ibu menyebar uang
logam tersebut selalu disertai dengan doa, meski pun tidak terucap, agar
anaknya menjadi anak yang mulia bagi dirinya dan juga masyarakat. Doa ibu
adalah berkah yang paling tinggi, yang paling agung bagi seorang anak. Dan
logam inilah simbol keberkahan yang menempati posisi tertinggi.
Hal
inilah yang membuat para ibu berebut logam dalam tiap upacara adat Biso Tian. Sebenarnya mereka tidak
sedang berebut uang logam karena nilainya tidak seberapa, tapi mereka tengah merebut
berkah yang nilainya sangatlah tinggi. Maka, harapan dari mereka yang
mendapatkan uang logam tersebut adalah segala upaya dan usaha serta ikhtiar
yang dilakukannya dalam kehidupannya dapat tercapai seperti mendapatkan berkah
bak doa ibu. Mereka yang berdagang biasanya akan menyimpan uang logam ini
sebagai penglaris dagangannya. Harapannya, orang akan ramai belanja dagangannya
seramai dan seriuh mereka yang berebut uang logam dalam acara ini. Demikian
pula dengan lainnya.
Pada
bagian akhir upacara ini digelar acara makan rujak bersama. Calon ibu dan calon
ayah (suami istri) akan mendatangi para tamu undangan untuk mengantarkan makan
rujak. Bermacam-macam buah dengan rasa yang beragam, manis, asam, asin dan
pahit yang menjadi bahan rujak tersebut bukan sekedar pelengkap acara melainkan
simbol pertemuan rasa orang tua calon bayi dengan masyarakat yang kompleks
dalam kehidupan bermasyarakatnya. Beragam rasa tersebut juga dapat mewakili
kehidupan sosial masyarakat yang tidak selamanya senang, tidak pula selamanya
pahit atau sedih.
Tradisi
Biso Tian dalam kebanyakan masyarakat Suku Samawa adalah tradisi yang
mengajarkan manusia untuk hidup berdampingan dengan yang lainnya,
bersosialisasi dan memiliki tenggang rasa dan juga saling berbagi dalam
pergaulan sehari-hari. Simbol-simbol ini jelas ada pada tradisi ini.
Sumber Tulisan :
Naniek I. Taufan.(2011).Tradisi
dalam Siklus Hidup Masyarakat Sasak, Samawa dan Mbojo. Penerbit: Museum
Kebudayaan Samparaja Bima. Bima.