Salah satu acara inti dalam prosesi perkawinan adat Sasak
adalah Sorong Serah dan Nyongkolan (tradisi arak-arakan
pengantin menuju rumah mempelai wanita). Selama proses perkawinan adat Sasak
dilakukan, kegiatan berupa begawe
inti yang diselenggarakan di keluarga laki-laki pun dimulai, yang disebut
dengan Rowah Angkat Gawe. Diadakan
selamatan untuk memulai begawe
tersebut dengan doa dan dzikir. Acara ini biasanya diikuti oleh para lelaki.
Sedangkan perempuan Sasak juga memiliki acara sendiri yang disebut dengan betangko (malam khusus untuk tamu-tamu
perempuan yang datang ke undangan begawe).
Sedangkan pada jelo gawe (hari
pestanya), ada penerimaan tamu-tamu adat baik laki-laki ataupun perempuan.
Seluruh
prosesi adat pun dilangsungkan hingga akhirnya tiba saat untuk akad nikah yang
kemudian dilanjutkan dengan Sorong Serah
dan Nyongkoloan.
Sorong Serah Aji Krama yang berfungsi
sebagai pengukuhan perkawinan secara adat biasanya dilakukan sehabis waktu Dzuhur.
Dalam acara ini, pihak laki-laki dan perempuan masing-masing diwakili
sekelompok masyarakat adat yang terdiri dari juru bahasa adat atau yang disebut
Pembayun, Kepala Desa sebagai
Pengemong Adat dan Kepala Dusun sebagai Pamong Adat.
Dalam Sorong Serah ini, penentu Aji Krama (nilai adat) dari orang yang
bersangkutan dikaitkan dengan strata sosial dan dalam adatnya. Misalnya, bagi
mereka yang bangsawan atau yang dikenal dengan kalangan menak disebut dengan aji
status (seratus), kalangan menengah atau yang dikenal dengan perbape disebut aji enam dase enam (enam puluh enam). Sedangkan bagi kalangan biasa
atau jajar karang, disebut aji telung dase telu (tiga puluh tiga).
Hal ini dimaksudkan sebagai hak keluarga baru dalam adat Sasak.
Aji sendiri dapat dibagi menjadi dua
yakni napak lemah (injak tanah) yang
menggambarkan kesanggupan keluarga baru tersebut untuk kehidupan keluarga ke
depan. Biasanya ini disimbolkan dengan materi berupa sejumlah uang dan emas
tergantung stratanya. Juga ada yang disebut dengan olen, yakni kesanggupan dari laki-laki untuk melindungi keluarganya
dengan memberikan sandang pangan, pakaian, dan memenuhi kebutuhan lahir
batinnya. Olen simbolnya berupa kain.
jumlah kain tergantung aji-nya.
Sebagai
pengiring atau penyertaan dari aji
ini yang disebut dengan jajar kemiri
terdiri dari salin dende yang
merupakan hantaran sebagai ucapan terima kasih kepada ibu dari mempelai
perempuan. Simbolnya berupa periuk, terompong untuk peniup api tungku, kain
ceraken, besek berupa kotak-kotak penyimpan bumbu, dan obat-obatan. Ini
diserahkan pada ibu si mempelai perempuan. Selain itu ada juga yang disebut
sebagai penjaruman, dimaksudkan untuk
menjalin kekeluargaan antara keluarga perempuan dan laki-laki yang menikah.
Simbolnya berupam materi, yakni uang.
Juga
ada yang disebut dengan babas kute.
Biasanya mempelai laki-laki dari desanya akan datang ke desa perempuan dengan
cara nyongkolan. Maka akan ada
beberapa desa yang akan dilalui oleh rombongan nyongkolan tersebut. Rombongan ini akan menyiapkan semacam
oleh-oleh atau hadiah yang diberikan kepada setiap desa yang dilaluinya.
Simbolnya berupa uang.
Selanjutnya
ada kau tindu, yang sebenarnya tidak
wajib menjadi pengiring atau penyerta dari aji
dan jarang disertakan. Ini berupa tambahan yang isinya kadang-kadang hadiah
besar yang dibawa oleh mempelai laki-laki untuk mempelai perempuan. Hadiah ini,
bisa berupa emas. Ada yang penting juga yang disebut sirah aji (kepala dari semua aji
krama). Simbolnya berupa kain kembang
komak tenun hitam bergaris-garis putih sebagai lambang kehidupan dan juga
kain kafan dan sebilah keris. ini melambangkan penyerahan diri penganten
laki-laki sepenuhnya kepada mertuanya (orang tua mempelai perempuan).
Pada
akhir proses sorong serah, jika
terjadi kesepakatan, maka antar pembayun
penyorong dari pihak laki-laki dan pembayun
penampi dari pihak perempuan, akan menyatakan "atas ijin dari sidang
adat perempuan (maksudnya mempelai perempuan) saya terima" (maksudnya
perempuan ini diterima secara adat). Prosesi ini disebut dengan pegat aji krama. Salah seorang tokoh
adat akan diminta untuk megat tali jinah,
biasanya menggunakan kepeng bolong
yang diikat kemudian diputus sebagai pertanda berakhirnya sorong serah.
"Yen sampun puput pembaosan pegat tali
jinah tau onang kebaos maliq", yang artinya jika sudah putus
pembicaraan dengan memegat tali jinah,
maka tidak boleh dibicarakan lagi. Maka setelah itu usailah semua prosesi adat
pernikahan Sasak. Acara dilanjutkan dengan nyongkol
(mengarak penganten menuju rumah mempelai perempuan).
Upacara
nyongkolan juga memiliki aturan dan
tata cara adat. Bagi para bangsawan rombongan berjumlah tertentu disertai simbol-simbol
adat. Dari simbol-simbol tersebut akan terlihat strata atau golongan si empunya
acara. Urut-urutan barisan nyongkolan
kaum bangsawan terdiri paling depan disebut kebon
odek berisi orang-orang yang membawa buah-buahan, sayuran, padi dan
daun-daunan. Ini merupakan simbol atau gambaran dari kesuburan. Diikuti oleh pemucuk yakni rombongan orang tua-orang
tua dari keluarga laki-laki.
Di
belakangnya diikuti oleh pembawa karas
(besek besar berisi apa yang disukai penganten). Rombongan pembawa karas ini harus orang dari keluarga
penganten yang merupakan abdi dalem keluarga sehingga tidak sembarang orang
bisa ikut dalam barisan ini. Para perempuannya memakai pakaian lambung - pakaian adat Sasak. Di
belakangnya diikuti oleh rombongan penganten dan pengiring serta pendamping
penganten perempuan. Lalu rombongan penganten laki-laki.
Di
belakang rombongan penganten ini ada penggembira yang membawa ongsongan (oleh-oleh yang ditempatkan
dalam sebuah miniatur rumah) yang dipikul beramai-ramai. Isinya ada buah kelapa
dan lain-lain, yang begitu tiba tujuan nyongkol
yakni kediaman penganten perempuan, oleh-oleh ini boleh diambil oleh masyarakat
di kediaman penganten perempuan. Jadi bukan merupakan hantaran.
Diikuti
dengan pengiring kesenian khas Lombok seperti tawaq-tawaq, gendang beleq, rebana, gamelan, dan lain-lain. Di
zaman dulu, ada yang disebut mendakim
yakni kelompok perempuan yang menanti rombongan nyongkol di pintu gerbang desa (batas desa memasuki desa mempelai
perempuan). Mereka menyiapkan buah-buahan untuk menjamu tamu nyongkol yang datang, semacam ucapan "selamat
datang".
Acara nyongkolan sebenarnya hanya sebentar
saja, sekedar mempertemukan penganten perempuan dengan keluarganya setelah itu
kembali kerumah penganten laki-laki. Nyongkolan
sekaligus berfungsi sebagai pengumuman bahwa kedua mempelai sudah dikukuhkan.
Dalam adat Sasak yang asli, pengumuman ini telah berlangsung sejak proses sejati dan selabar. Saat itu ada orang yang khusus membawa gong dalam
rombongan kecil. Gong ini akan dipukul di setiap perempatan jalan yang dilalui.
Jika orang mendengar ada gong yang dibunyikan, maka secara otomatis masyarakat
mengetahui bahwa akan ada yang menikah. Acara nyongkol dilakukan antara waktu Dzuhur dan Ashar.
Setelah
acara nyongkol usai, bukan berarti
berakhirlah acara perkawinan adat tersebut, namun masih ada beberapa acara
penutupnya. Antara lain, tiga hari atau seminggu kemudian ada yang dinamakan bales ones nain. Acara ini merupakan
napak tilas penganten dan rombongan keluarga dekat dalam sebuah ramah-tamah
dari laki-laki ke pihak perempuan. Ini merupakan perkenalan lengkap seluruh
keluarga besar kedua mempelai. Barulah setelah ini acara adat benar-benar
berakhir.
Sumber Tulisan :
Naniek I. Taufan.(2011).Tradisi dalam Siklus Hidup Masyarakat
Sasak, Samawa dan Mbojo. Penerbit: Museum Kebudayaan Samparaja Bima. Bima.
0 komentar:
Posting Komentar