Dalam hal perkawinan, Lombok dikenal masih sangat kental
dengan prosesi adatnya. Tidak hanya di pelosok-pelosok desanya, pun di kota
masih dapat ditemukan dengan mudah masyarakat melaksanakan upacara-upacara adat
yang berkaitan dengan perkawinan atau yang dikenal dengan merariq. Nilai-nilai adat yang termanifestasikan dalam semangat
tradisi yang kental masih dijalankan oleh masyarakatnya, termasuk dalam hal
proses berumah tangga, sejak perkenalan hingga saling mengenal lebih jauh (midang) yang puncaknya adalah merariq.
Dalam
aturan adat Sasak, usia pernikahan bagi seorang perempuan memang tidak
disebutkan secara verbal, melainkan ada ukuran tertentu yang dianggap bahwa
perempuan tersebut cukup umur untuk berumah tangga. Kriteria perempuan yang
dianggap cukup umur untuk berumah tangga menurut adat Sasak, ukurannya dilihat
dari "kalau ia sudah bisa menenun dan bisa mengantar makanan ke sawah
dengan cara dijunjung". Filosofinya adalah bahwa ketika seorang perempuan
sudah bisa menenun berarti ia telah terampil. Proses sampai perempuan bisa
menenun itulah dianggap sebagai pengalaman dalam mempersiapakan diri untuk
dewasa. Ia pun dianggap bisa bekerja. Demikian juga dengan ketika ia telah bisa
berjalan menuju sawah untuk mengantar makanan bagi keluarga yang bekerja dengan
cara dijunjung. Ini berarti ia telah memiliki keseimbangan yang baik. Orang
yang telah mampu menjaga keseimbangan, secara tidak langsung dianggap telah
dewasa.
Setelah
proses mbait berhasil dan calon penganten perempuan ditempatkan di rumah
salah seorang kerabat laki-laki, maka mulailah proses adat yang lebih serius
menuju kesepakatan keluarga untuk menikahkan mereka. Proses selanjutnya tidak
hanya melibatkan keluarga dari pihak laki-laki dan perempuan melainkan juga
melibatkan masyarakat sosial dan institusi resmi seperti desa atau kecamatan.
Dalam waktu paling lambat tiga hari setelah perempuan dibawa "lari",
maka kepala dusun tempat si laki-laki berdomisili akan melakukan kepada kepala
dusun asal si calon penganten perempuan, bahwa si perempuan tidaklah hilang
melainkan sengaja diambil oleh si laki-laki yang berasal dari dusun mereka.
Pemberitahuan antar lokasi dan tempat ini yang melibatkan antarinstitusi sosial
dalam tradisi Sasak disebut sejati.
Di Lombok Utara khususnya Bayan, proses ini disebut mejati. Sejati merupakan
proses pemberitahuan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan, yang
dilakukan antar institusi pemerintah dari kedua belah pihak dalam hal ini
kepala desa, kepala lingkungan atau kepala kampung.
Proses
berikutnya disebut selabar. setelah
antar dusun telah saling mengetahui, maka tahap berikutnya adalah kepala dusun
beserta keluarga dari pihak laki-laki yang diantar oleh kepala dusun dari pihak
perempuan secara resmi akan melakukan pemberitahuan kepada keluarga si perempuan.
Dalam prosesi pernikahan adat Sasak bukan hanya menjadi urusan keluarga si
calon penganten, melainkan juga secara langsung juga melibatkan masyarakat
sosial pada tahapan tertentu seperti sejati
dan selabar. Masyarakat sosial ini
diwakili oleh perangkat dari institusi resmi seperti kepala dusun dan kepala
lingkungan. Selabar bisa saja berlangsung beberapa kali, sebabnya bisa karena
keluarga perempuan belum berkumpul semua untuk membahas diterima atau tidaknya
proses selabar tersebut secara adat. Diterima secara adat - melibatkan urutan
strata sosial seperti bangsawan atau tidak, atau diterimanya secara agama
(Islam).
Jika si
perempuan bukanlah seorang bangsawan, bisa saja proses selabar-nya tidak diterima secara adat tapi diterima secara agama
(oleh keluarga tinggal memberikan wali maka proses pernikahan selesai). Tidak
lagi ada prosesi adat yang lain. Namun, jika selabar diterima maka akan berlanjut ke proses adat berikutnya,
yakni pihak keluarga laki-laki akan datang lagi bersama dengan pemuka agama dan
kyai untuk menemui keluarga pihak perempuan guna meminta wali nikah bagi si
perempuan. Meminta wali juga, ada aturannya sendiri. Rombongan selabar tadi
masuk terlebih dahulu bertemu dengan keluarga perempuan untuk memberitahukan
maksud kedatangan mereka bersama tokoh agama dan kyai tersebut.
Dalam
rombongan selabar ini terdiri dari Panji sebagai juru bicara keluarga,
kepala dusun dan kepala lingkungan dari pihak laki-laki. Penerima selabar juga dengan komposisi yang sama.
Setelah rombongan selabar keluar
barulah pemuka agama dan kyai bersama keluarga terdekat pihak laki-laki dan
juru bicaranya masuk untuk secara resmi meminta wali nikah bagi si perempuan.
Ketika selabar dinyatakan diterima
dan wali diberikan, maka mulailah keluarga kedua belah pihak merencanakan acara
akad nikah dan resepsi (jika ada).
Maka
prosesi berikutnya adalah rombongan peminta wali akan datang secara adat untuk
menjemput wali di saat akad nikah akan dilaksanakan di kediaman laki-laki.
Proses ini disebut menuntut wali, yang dilakukan oleh kyai atau penghulu dari
desa pihak laki-laki yang datang ke rumah orang tua si perempuan untuk meminta
keikhlasan dinikahkan dengan laki-laki pilihannya. Saat penjemputan ini maka
pihak laki-laki sebelumnya telah menanyakan kepada pihak perempuan berapa
jumlah rombongan dari pihak perempuan yang akan menghadiri akad nikahnya nanti.
Oleh pihak laki-laki akan disiapkan kendaraan untuk menjemput rombongan
keluarga perempuan. Semua biaya hingga akad nikah usai ditanggung oleh pihak
laki-laki. Karena ini ketentuan adat, maka semuanya berlaku fair, tidak ada
yang saling merasa tidak enak soal biaya, karena telah dibicarakan dengan
detail pada proses-proses adat sebelumnya.
Dua
hari berselang, rombongan pihak laki-laki akan datang kembali ke pihak
perempuan untuk sebuah proses yang disebut bait
bande atau mencari tahu apa yang dibebankan oleh pihak perempuan kepada
pihak laki-laki untuk prosesi adat selanjutnya seperti sorong serah. Di sini
mulai dibicarakan dan berdiskusi tentang biaya atau kontribusi masing -masing
yang disesuaikan dengan rencana begawe,
apakah begawe dengan cara begawe utama, begawe madya atau begawe nista.
Ada
juga yang menyebut proses ini sebagai abot
enteng (bait janji). Proses musyawarah antara utusan pihak laki-laki kepada
pihak perempuan menyangkut tata cara penyelesaian pernikahan tersebut. Apakah
dilakukan dengan tata cara utama (tertinggi), madya(menengah) ayau wiyasa
(biasa). Musyawarah juga dilakukan menyangkut kesepakatan hari pelaksanaan
pernikahan, nyongkolan dan sorong serah aji krame.
Dalam
prosesi ini ditentukan apa saja yang akan dijadikan seserahan dari pihak
laki-laki ke pihak perempuan. Seserahan bisa berupa kebutuhan untuk perhelatan
seperti kerbau dan beras. Untuk menyerahkan segala kebutuhan begawe ini, maka ada namanya acara adat atung bande, yakni mengantar semua
kebutuhan begawe secara resmi. Rombongan yang datang biasanya diiringi gamelan
dan bunyi-bunyian.
Sebelum
acara nyongkolan berlangsung sebagai
prosesi berikutnya dalam perkawinan adat Sasak dilakukan kegiatan sorong serah aji krame yang dilaksanakan
oleh tokoh adat yang datang kepada pihak keluarga perempuan sebagai ungkapan
rasa suka cita kedua belah pihak keluarga. Dan melengkapi seluruh rangkaian
adat dalam pernikahan masyarakat Sasak adalah bales ones nae (napak tilas), di mana rombongan keluarga terdekat
pihak mempelai laki-laki mendatangi rumah keluarga perempuan dan dilaksanakan
silahturahmi dan saling memaafkan.
Sederhananya
proses saling kenal hingga menikah dalam tradisi Sasak adalah diawali dengan midang, merariq, sejati, selabar, menuntut
wali, abot enteng (bait janji), upacara
begawe dan bales ones nae (napak
tilas).
Sumber Tulisan :
Naniek I. Taufan.(2011).Tradisi dalam Siklus Hidup Masyarakat
Sasak, Samawa dan Mbojo. Penerbit: Museum Kebudayaan Samparaja Bima. Bima.
1 komentar:
The Biggest Vegas Casino With Three Years of Slots and Jackpots
Biggest 논산 출장마사지 Casino with Three Years of Slots and 천안 출장마사지 Jackpots · The Biggest Vegas 동두천 출장마사지 Casino With Three 보령 출장안마 Years of Slots and Jackpots · The Biggest Vegas Casino With Three 논산 출장마사지
Posting Komentar