Dalam merariq, segala proses yang terjadi
dilakukan dengan tata cara adat. Setelah kedua belah pihak yang saling mengenal
itu sepakat untuk menikah, maka merariq
akan dilakukan. Kesepakatan merariq
itu diwujudkan dengan membawa si calon penganten perempuan dengan cara "
mencuri" diam-diam, sembunyi-sembunyi, atau dipalingkan dari orang tuanya.
Benar-benar tanpa sepengetahuan orang tua ataupun orang tua pura-pura tidak
tahu.
Perempuan
harus diambil dari rumahnya atau rumah walinya, tidak boleh diambil dari tempat
kerja, di pasar, tidak boleh diambil pada siang hari melainkan pada malam hari,
biasanya setelah magrib. Perempuan yang diambil itu haruslah di dampingi oleh
perempuan lainnya dan harus ditempatkan di rumah orang lain atau sanak keluarga
si laki-laki, tidak boleh di bawa ke rumah si laki-laki. Konsep merariq sesungguhnya merupakan bentuk
penghormatan dan penghargaan bagi hak asasi perempuan Sasak dalam memilih
pendamping hidup tanpa intervensi orang tua.
Bagi
dua orang yang sepakat merariq, bisa
telah diketahui oleh orang tua si perempuan sebelumnya, bisa juga tidak. Merariq terwujud dengan kesepakatan
waktu mbait (mengambil perempuan dari
rumah orang tuanya). Waktu mbait juga
ditentukan dengan adat, yakni antara waktu Magrib dan Isya, tidak sembarang
waktu. Waktu ini dinilai sebagai waktu paling baik untuk mbait. Bagi yang merariq
tanpa persetujuan orang tua, maka waktu mbait
pun menjadi tantangan tersendiri bagi calon mempelai terutama pihak laki-laki.
Si
perempuan harus pandai-pandai mengalihkan perhatian orang tua dan keluarga di
rumah itu agar ia bisa dengan mudah keluar di waktu yang telah disepakati
bersama si laki-laki. Demikian pula dengan pihak laki-laki yang biasanya membawa
rombongan untuk "mengambil" sang gadis. Bagaimana tidak, rombongan
pihak laki-laki harus pandai membaca situasi rumah si perempuan agar dengan
aman bisa menjemput si calon penganten perempuan.
Sama
juga dengan midang, mbait juga punya
tata cara dan aturan adat serta menjunjung nilai kesopanan. Saat mbait, dalam rombongan si laki-laki, ada
sekelompok perempuan yang sudah dewasa yang bertugas menjemput si perempuan
dari dalam rumah ataupun halaman rumahnya. Yang menjemput harus dewasa dan
telah menikah, tidak boleh yang belum menikah. Si laki-laki dan rombongan
lainnya berjaga-jaga di luar halaman rumah. Saat Mbait, ada yang sekali langsung berhasil, ada juga yang harus
berkali-kali datang dan selalu gagal. Namun, bagi rombongan pihak laki-laki,
ini bukan masalah. Di sinilah letak "seninya" merariq dalam adat Sasak, bagaimana bisa membawa si pujaan hari
yang melewati rintangan berat.
Setelah
si calon penganten perempuan berhasil di bawa, maka tidak diperbolehkan
membawanya ke rumah si laki-laki calon pengantin. Melainkan dibawa ke rumah
keluarga atau kerabat atau kawan dari calon penganten laki-laki. Di sanalah si
perempuan ini dititipkan sambil menanti proses berikutnya yakni menanti
kesepakatan antara dua keluarga, baik keluarga si perempuan maupun laki-laki.
Sumber Tulisan :
Naniek I. Taufan.(2011).Tradisi dalam Siklus Hidup Masyarakat
Sasak, Samawa dan Mbojo. Penerbit: Museum Kebudayaan Samparaja Bima. Bima.
0 komentar:
Posting Komentar